Kita terkadang menggangap orang lain kedudukanya lebih
rendah daripada kita, padahal urgensinya Allah-lah yang paling mengetahui
tentang orang yang bertakwa dan yang paling tahu apa yang kita kerjakan.
… maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang
paling mengetahui tentang orang yang bertakwa. (Q.S. An-Najm : 32).
Perlu mengoreksi diri sendiri dan perlu menyadari
kelemahan diri inilah sepatutnya kita lakukan daripada mencari kesalahan orang
lain dalam beribadah. Kita kita tidak begitu mengetahui keadaan diri kita yang
penuh kelemahan dan kehinaan dihadapan Allah menjadikan diri kita lebih senang
mencari kekurangan orang lain dari pada kekurangan diri sendiri. Sebenarnya
dalam hal ini adalah bertumpu pada hakikat akhlak kita masing-masing. Dengan
akhlak seseorang ini akan merasa dirinya tidak terlalu sempurna daripada orang
lain. Hal inilah yang dinamakan jiwa seorang hamba Allah.
Dalam pemahaman ini perlu di cermati dalam hal memberi nasihat
atau masukan yang pada dasarnya kita berniat baik untuk menasehati, niat yang
baik harus dengan cara yang baik pula. Bagaikan kita berencana membuat bolu
tapi memakai telur yang busuk; bahan-bahan yang kita gunakan tidak baik,
begitupun halnya dengan niat dan cara kita bertindak. Tidak ada paksaan dalam
Islam, kita diwajibkan untuk mengajak saudara kita dalam kebaikan dan kalau misalkan
memasuki wilayah memaksa maka hukumnya akan berubah menjadi haram. Kepada sahabat
karib pun demikian halnya, saling menasihati dalam kebenaran dan saling
menasehati dalam kebaikan dan taqwa dilakukan dengan cara yang baik pula.
Hakikat hati kita kepada keadaan orang lain seharusnya
dalam hal demikian :
(dipesankan oleh ulama besar, Syeikh Abdul Kadir Al-Jailani)
(dipesankan oleh ulama besar, Syeikh Abdul Kadir Al-Jailani)
“Jika engkau bertemu dengan seseorang, maka yakinlah
bahwa dia lebih baik daripada mu. Ucapkanlah dalam hatimu,”mungkin kedudukannya
disisi Allah jauh lebih baik dan mulia.”
“Jika engkau bertemu dengan anak kecil, maka ucapkanlah
dalam hatimu,” Anak ini belum bermaksiat kepada Allah sedangkan diriku telah
banyak melakukan maksiat kepada Allah. Tentu anak ini lebih baik daripada aku.”
“Jika engkau bertemu dengan orang tua, maka ucapkanlah
dalam hatimu,” Dia telah beribadah kepada Allah jauh lebih lama diripada aku.
Tentu dia lebih baik daripada aku.”
“Jika bertemu dengan orang yang berilmu, maka ucapkanlah
dalam hatimu,” Orang ini telah mendapatkan karunia yang tidak bisa aku
dapatkan, mengetahui apa yang tidak aku ketahui dan dia mengamalkan ilmunya.
Tentu dia lebih baik daripada aku.”
“Jika engkau bertemu dengan orang yang jahil, maka
ucapkanlah dalam hatimu,”Orang ini bermaksiat
kepada Allah karena dia jahil (tidak mengetahui) sedangkan aku bermaksiat
kepada Allah yang padahal aku mengetahui akibatnya. Aku tidak tau bagaimana
akhir dari umurku dan umurnya kelak. Dia tentu lebih baik daripada aku.”
“Jika engkau bertemu dengan orang kafir, maka katakanlah
dalam hatimu,”Aku tidak tau keadaanya kelak, mungkin pada akhir usia dia, akan
memeluk islam dan beramal sholeh, dan mungkin bisa jadi pada akhir usiaku akan
kufur dan buruk.”
… Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya
Allah amat berat siksa-Nya. (Q.S. Al-Maaidah : 2).
Intinya kita senantiasa berbaik sangka, dan berfikir
positif yang pada akhirnya umpan balik yang positif akan menciptakan energi positif
juga kepada kita.
Demikianlah sahabat fillah, sekelumit tentang Muamallah yang dalam
kehidupan sehari-hari tentunya kita sering mengalaminya; pergaulan dengan
berbagai tingkat keilmuan, pemahaman, pendidikan, usia juga berbeda. Dalam hal
ini kita diharapkan untuk lebih bersikap arif bijaksana dalam menyikapi
berbagai masalah dan teknik menjaga hati tentunya dengan pijakan ilmu, wallahu’alam…
0 comments:
Post a Comment