Oleh :
Al Ustadz Abdul Mu’thi Al Maidani
Tanya
: Akhir-akhir ini banyak ikhwan salafy yang gandrung dengan facebook. Bahkan
tak jarang terjadi fitnah antar ikhwan dan akhwat. Lantas kami mohon arahan dan
nasehat ustadz dalam hal ini. Serta bagaimanakah sebaiknya berfacebook dengan
syar’i?
Jawab
: Teknologi itu ibarat pisau bermata dua. Bisa menjadi ziyaadatul khair
(tambahan kebaikan) dan bisa jadi ziyaadatus syarr (tambahan keburukan). Kalau
kita manfaatkan dalam perkara yang diridhai dan dicintai oleh Allah maka dia
akan menjadi kebaikan yang lebih. Tapi kalau kita tidak pandai menggunakannya,
dia akan menyembelih kita.
Sehingga
segala sesuatu yang bermata dua seperti ini ibarat pisau yang bermata dua maka
kita harus berhati-hati dalam menggunakannya.
Semua
ini kembali ke diri kita masing-masing untuk bertakwa kepada Allah jalla
wa”ala. Ittaqillaaha haitsumaa kunta (1), kata Nabi Shallallaahu ‘alaihi
wasallam. Bertakwalah kepada Allah dimanapun engkau berada.
Kemudian
kalau kita mengetahui bahwa diri kita adalah lemah. Jangan kita bermain-main
dengan pisau yang bermata dua. Karena kemungkinan dia menyembelih kita lebih
besar daripada kita bisa menggunakannya dengan baik. Dan saya memang tidak
menyarankan untuk ikhwan menyibukkan diri dengan yang namanya internet atau
secara lebih spesifik apa yang namanya facebook. Karena memang medianya bukan
untuk media salafiyyin, pada asalnya. Media yang diadakan oleh mereka itu
memang untuk memfasilitasi, memudahkan acara-acara ataupun memudahkan
kegiatan-kegiatan, arena-arena mereka melakukan maksiat kepada Allah Jalla
wa’ala yang mereka anggap baik padahal maksiat.
Sebagai
contoh minimalnya saja. Dengan facebook itu… mungkin yang punya facebook tidak
jarang melihat foto-foto wanita yang bukan mahramnya. Itu minimal!! Benar atau
benar??… Itu pasti!! Sulit dihindarkan. Ini salah satu dan banyak lagi yang
lainnya, sehingga ya… Semua kembali kepada kita.
Barangsiapa
yang bertakwa kepada Allah, memiliki sikap wara’. Dia akan meninggalkan
perkara-perkara yang samar. Apalagi perkara-perkara yang jelas haram.
Famanittaqasy syubuhaat faqadis tabra’ lidiinihi wa ‘irdhihi(2). Dan
barangsiapa yang menjaga diri daripada asy syubuhaat (perkara yang samar). Dia
telah menjaga kehormatan dirinya dan agamanya.
Na’am,
sehingga kita jangan bermain-main dengan sesuatu yang samar. Yang kita tidak
mampu untuk mengendalikannya. Apalagi kalau jelas-jelas akan menjatuhkan kita
kepada yang haram.
Dan
media internet secara umum adalah media yang penuh dengan keburukan. Kalau kita
mau kalkulasi antara kebaikannya dan keburukannya. Bisa dikatakan dia itu
seperti khamr. Kemudharatannya lebih banyak daripada kemanfaatannya.
Berapa
banyak keburukan yang ada didalamnya kalau kita bandingkan dari kebaikan yang
ada sekian persen didalamnya. Sehingga kalau kita menyibukkan diri, mulai dari
bangun tidur langsung online sampai dia mau memejamkan mata. Baru dia selesai
dari kegiatan onlinenya. Ini… Manusia macam apa??
Seorang
yang mengerti akan kebaikan, dia tidak akan menghabiskan waktu dan dirinya di
depan internet yang penuh dengan keburukan. Dan benar-benar internet ini adalah
ujian bagi kita, yang menggunakannya. Karena sedikit saja terpeleset, langsung
jatuh kepada media yang maksiat, bahkan tatkala kita menggunakannya. Walaupun
kita ingin yang baik. Mau tidak mau terkadang dipaksa kepada yang maksiat.
Muncul gambar-gambar yang tidak baik. Padahal kita tidak mengaksesnya. Promosi,
iklan atau apa.
Na’am,
Baarakallaahu fiikum
Oleh
karena itu, sibukkan diri kita dengan ilmu yang syar’i. Dengan kegiatan yang
lebih bermanfaat, membaca buku, muraaja’atul Qur’an, Hifzhul Qur’an. Banyak
hal-hal yang bermanfaat. Daripada kita menghabiskan waktu depan internet.
Bolehlah
sekali setahun berinternet, misalnya. Kalau terlalu ekstrim, yaa dikurangi
sekali dalam setengah tahun. Kalau terlalu ekstrim yaa paling tidak sekali
sebulan misalnya. Yakni saat kita kepingin mendapatkan suatu berita yang sangat
penting. Laa Ba’s
Upayakan
sedapat mungkin mengurangi kegiatan (berinternet), sebab ini tidak akan membawa
kebaikan kepada kita, biar saja orang lain bilang kolotlah, gapteklah, inilah
itulah…. sebab celaan dan cercan manusia itu tidak akan membahayakan kita. Yang
tahu akan kebaikan itu adalah diri kita sendiri terhadap diri kita, bukan
mereka. Barakallahu fiikum.
Semoga
jawaban yang sedikit ini bisa kita pahami dengan hati yang ikhlas hanya
mengharap wajah Allah Subhanallahu wa ta’ala
Catatan
kaki :
(1) Dari
Abu Dzar Radhiallaahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi
wasallam bersabda kepadaku:
تَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Bertakwalah
kepada Allah di mana pun kamu berada. Ikutilah perbuatan jelek dengan perbuatan
baik niscaya kebaikan akan menghapusnya dan pergaulilah manusia dengan budi
pekerti yang mulia.” (HR. At-Tirmidzi dalam Sunannya, Kitabul Birri Washshilah,
hadits no. 1987. At-Tirmidzi mengatakan: Hadits ini hasan shahih. Asy-Syaikh
Al-Albani menghasankan dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)
(2) Dari Abi Abdillah An Nu’man bin Basyir rhadiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
(2) Dari Abi Abdillah An Nu’man bin Basyir rhadiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدْ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ، كَالرَّاعِي يَرْعىَ حَوْلَ الْحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ، أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ
“Sesungguhnya
perkara yang halal telah jelas, dan perkara yang haram pun telah jelas. Dan di
antara keduanya terdapat perkara-perkara yang meragukan, yang tidak diketahui
oleh kebanyakan manusia. Maka barangsiapa menjaga dirinya dari perkara yang
syubhat, maka ia telah menjaga keselamatan agamanya dan kehormatannya.
Dan
barangsiapa yang terjatuh dalam syubhat, berarti ia telah terjerumus dalam
perkara yang haram, seperti penggembala yang menggembalakan ternaknya di dekat
daerah terlarang sehingga hewan-hewan itu nyaris merumput di dalamnya.
Ketahuilah, bahwa setiap raja memilliki daerah terlarang. Ketahuilah, bahwa
daerah terlarang Allah adalah hal-hal yang diharamkan. Ketahuilah, bahwa dalam
tubuh terdapat mudghah (segumpal daging), jika ia baik, maka baik pula seluruh
tubuhnya. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh tubuhnya. Ketahuilah bahwa
segumpal daging itu adalah hati” (HR. Bukhari dan Muslim)
Transkrip
tanya jawab Ust. Abdul Mu’thi Al Maidani Hafizhahullaah untuk blog
http://permatamuslimah.co.nr
Sumber : http://ahlussunnahitb.wordpress.com/
0 comments:
Post a Comment