Ketika Anda membuka
lembaran sirah kehidupan Muhammad saw., Anda tidak akan pernah berhenti kagum
melihat kemuliaan dan kebesaran pribadi beliau saw. Sisi kebesaran itu
terlihat dari sikap seimbang dan selaras dalam setiap perilakunya, sikap beliau
dalam menggunakan segala sarana untuk meluluhkan kalbu setiap orang dalam
setiap kesempatan. Sarana paling besar yang dilakukan Muhammad saw. dalam
dakwah dan perilaku beliau adalah, gerakan yang tidak membutuhkan biaya besar,
tidak membutuhkan energi berlimpah, meluncur dari bibir untuk selanjutnya masuk
ke relung kalbu yang sangat dalam.
Jangan Anda tanyakan
efektifitasnya dalam mempengaruhi akal pikiran, menghilangkan kesedihan,
membersihkan jiwa, menghancurkan tembok pengalang di antara anak manusia!.
Itulah ketulusan yang mengalir dari dua bibir yang bersih, itulah senyuman!
Itulah senyuman yang
direkam Al Qur’an tentang kisah Nabi Sulaiman as, ketika Ia berkata kepada
seekor semut,
“Maka dia tersenyum
dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa: “Ya
Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat mu yang telah Engkau
anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan
amal saleh yang Engkau ridhai; Dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam
golongan hamba-hamba-Mu yang saleh”. An Naml:19
Senyuman itulah yang
senantiasa keluar dari bibir mulia Muhammad saw., dalam setiap perilakunya.
Beliau tersenyum ketika bertemu dengan sahabatnya. Saat beliau menahan amarah
atau ketika beliau berada di majelis peradilan sekalipun.
Diriwayatkan dari
Jabir dalam sahih Bukhari dan Muslim, berkata, “Sejak aku masuk Islam,
Rasulullah saw tidak pernah menghindar dariku. Dan beliau tidak melihatku
kecuali beliau pasti tersenyum kepadaku.”
Suatu ketika Muhammad
saw. didatangi seorang Arab Badui, dengan serta merta ia berlaku kasar dengan
menarik selendang Muhammad saw., sehingga leher beliau membekas merah. Orang
Badui itu bersuara keras, “Wahai Muhammad, perintahkan sahabatmu memberikan
harta dari Baitul Maal! Muhammad saw. menoleh kepadanya seraya tersenyum.
Kemudian beliau menyuruh sahabatnya memberi harta dari baitul maal kepadanya.”
Ketika beliau memberi
hukuman keras terhadap orang-orang yang terlambat dan tidak ikut serta dalam
perang Tabuk, beliau masih tersenyum mendengarkan alasan mereka.
Ka’ab ra. berkata
setelah mengungkapkan alasan orang-orang munafik dan sumpah palsu mereka:
“Saya mendatangi
Muhammad saw., ketika saya mengucapkan salam kepadanya, beliau tersenyum,
senyuman orang yang marah. Kemudian beliau berkata, “Kemari. Maka saya
mendekati beliau dan duduk di depan beliau.”
Suatu ketika Muhammad
saw. melintasi masjid yang di dalamnya ada beberapa sahabat yang sedang
membicarakan masalah-masalah jahiliyah terdahulu, beliau lewat dan tersenyum
kepada mereka.
Beliau tersenyum dari
bibir yang lembut, mulia nan suci, sampai akhir detik-detik hayat beliau.
Anas bin Malik
berkata diriwayatkan dalam sahih Bukhari dan Muslim, “Ketika kaum
muslimin berada dalam shalat fajar, di hari Senin, sedangkan Abu Bakar menjadi
imam mereka, ketika itu mereka dikejutkan oleh Muhammad saw. yang membuka hijab
kamar Aisyah. Beliau melihat kaum muslimin sedang dalam shaf shalat, kemudian
beliau tersenyum kepada mereka!”
Sehingga tidak
mengherankan beliau mampu meluluhkan kalbu sahabat-shabatnya, istri-istrinya
dan setiap orang yang berjumpa dengannya!
Menyentuh Hati
Muhammad saw. telah
meluluhkan hati siapa saja dengan senyuman. Beliau mampu “menyihir” hati dengan
senyuman. Beliau menumbuhkan harapan dengan senyuman. Beliau mampu
menghilangkan sikap keras hati dengan senyuman. Dan beliau saw. mensunnahkan
dan memerintahkan umatnya agar menghiasi diri dengan akhlak mulia ini. Bahkan
beliau menjadikan senyuman sebagai lahan berlomba dalam kebaikan. Rasulullah
saw. bersabda,
“Senyummu di depan
saudaramu adalah sedekah.” At Tirmidzi dalam sahihnya.
Meskipun sudah sangat
jelas dan gamblang petunjuk Nabi dan praktek beliau langsung ini, namun Anda
masih banyak melihat sebagaian manusia masih berlaku keras terhadap anggota
keluarganya, tehadap rumah tangganya dengan tidak menebar senyuman dari bibirnya
dan dari ketulusan hatinya.
Anda merasakan bahwa
sebagian manusia -karena bersikap cemberut dan muka masam- mengira bahwa
giginya bagian dari aurat yang harus ditutupi! Di mana mereka di depan petunjuk
Nabi yang agung ini! Sungguh jauh mereka dari contoh Nabi muhammad saw.!
Ya, kadang Anda
melewati jam-jam Anda dengan dirundung duka, atau disibukkan beragam pekerjaan,
akan tetapi Anda selalu bermuka masam, cemberut dan menahan senyuman yang
merupakan sedekah, maka demi Allah, ini adalah perilaku keras hati, yang
semestinya tidak terjadi. Wal iyadzubillah.
Pengaruh Senyum
Sebagian manusia
ketika berbicara tentang senyuman, mengaitkan dengan pengaruh psikologis
terhadap orang yang tersenyum. Mengkaitkannya boleh-boleh saja, yang oleh
kebanyakan orang boleh jadi sepakat akan hal itu. Namun, seorang muslim
memandang hal ini dengan kaca mata lain, yaitu kaca mata ibadah, bahwa
tersenyum adalah bagian dari mencontoh Nabi saw. yang disunnahkan dan bernilai
ibadah.
Para pakar dari
kalangan muslim maupun non muslim melihat seuntai senyuman sangat besar
pengaruhnya.
Dale Carnegie dalam
bukunya yang terkenal, “Bagaimana Anda Mendapatkan Teman dan
Mempengaruhi Manusia” menceritakan:
“Wajah merupakan
cermin yang tepat bagi perasaan hati seseorang. Wajah yang ceria, penuh
senyuman alami, senyum tulus adalah sebaik-baik sarana memperoleh teman dan
kerja sama dengan pihak lain. Senyum lebih berharga dibanding sebuah pemberian
yang dihadiahkan seorang pria. Dan lebih menarik dari lipstik dan bedak yang
menempel di wajah seorang wanita. Senyum bukti cinta tulus dan persahabatan
yang murni.”
Ia melanjutkan, “Saya
minta setiap mahasiswa saya untuk tersenyum kepada orang tertentu sekali setiap
pekannya. Salah seorang mahasiswa datang bertemu dengan pedagang, ia berkata
kepadanya, “Saya pilih tersenyum kepada istriku, ia tidak tau sama sekali
perihal ini. Hasilnya adalah saya menemukan kebahagiaan baru yang sebelumnya
tidak saya rasakan sepanjang akhir tahun-tahun ini. Yang demikian
menjadikan saya senang tersenyum setiap kali bertemu dengan orang. Setiap orang
membalas penghormatan kepada saya dan bersegera melaksanakan khidmat
-pelayanan- kepada saya. Karena itu saya merasakan hidup lebih ceria dan lebih
mudah.”
Kegembiraan meluap
ketika Carnegie menambahkan, “Ingatlah, bahwa senyum tidak membutuhkan
biaya sedikitpun, bahkan membawa dampak yang luar biasa. Tidak akan menjadi
miskin orang yang memberinya, justeru akan menambah kaya bagi orang yang
mendapatkannya. Senyum juga tidak memerlukan waktu yang bertele-tele, namun
membekas kekal dalam ingatan sampai akhir hayat. Tidak ada seorang fakir yang
tidak memilikinya, dan tidak ada seorang kaya pun yang tidak membutuhkannya.”
Betapa kita sangat
membutuhkan sosialisasi dan penyadaran petunjuk Nabi yang mulia ini kepada
umat. Dengan niat taqarrub ilallah -pendekatan diri kepada
Allah swt.- lewat senyuman, dimulai dari diri kita, rumah kita, bersama
istri-istri kita, anak-anak kita, teman sekantor kita. Dan kita tidak pernah
merasa rugi sedikit pun! Bahkan kita akan rugi, rugi dunia dan agama, ketika
kita menahan senyuman, menahan sedekah ini, dengan selalu bermuka masam dan
cemberut dalam kehidupan.
Pengalaman
membuktikan bahwa dampak positif dan efektif dari senyuman, yaitu senyuman
menjadi pendahuluan ketika hendak meluruskan orang yang keliru, dan menjadi
muqaddimah ketika mengingkari yang munkar.
Orang yang selalu cemberut tidak menyengsarakan kecuali dirinya
sendiri. Bermuka masam berarti mengharamkan menikmati dunia ini. Dan bagi siapa
saja yang mau menebar senyum, selamanya ia akan senang dan gembira. Allahu
a’lam
0 comments:
Post a Comment